Jumat, 22 Mei 2015

Thank You So Much SAKALIST & SAKAKU, SMANSAKA..


 
Angkatan Pertama dan Angkatan Kedua SAKALIST
pada Farewell Party Angkatan Pertama
 
 
"Thank you so much SAKALIST... Tidak ada kata-kata lagi yang dapat aku sampaikan kepadamu selain ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya. Aku senang dapat menjadi bagian pertama darimu, separuh dari dirimu."
 
 
Itulah kata-kata kebanggaan yang dapat Aku sampaikan pada tempatku di masa abu-abu. Seperti yang dikatakan oleh para pujangga diluar sana, bahwa masa abu-abu adalah masa-masa terindah dalam hidup seseorang, dimasa itulah kita banyak merasakan manisnya kehidupan tetapi tidak mengurangi makna dalam kehidupan itu sendiri, toh dalam kenyataannya ada juga getirnya kehidupan yang dapat ditemukan dan dirasakan dalam masa SMA, putus cinta misalnya atau ditolak si doi.
Masa-masa SMA telah berlalu, banyak sekali pelajaran yang dapat aku terima dan bahkan diantara pelajaran itu tak sedikit yang telah aku aplikasikan, yang lebih spektakuler lagi pelajaran itu dapat aku tanam dalam diriku untuk masa depanku.
Banyak yang telah aku terima dan aku aplikasikan dalam kegiatanku sehari-hari. Blog sederhanaku ini seolah menjadi saksi bisu kehidupan pengajaran yang aku tempuh dimasa-masa SMA.
Salah satu pelajaran dan pengajaran yang paling berharga adalah seluruh pelajaran dan pengajaran yang aku terima dari Sakalist, Smansaka Journalist. Sebuah wadah atau organisasi di sekolahku yang bergelut di bidang jurnalisme. Tak aneh memang, untuk mereka-mereka yang bersekolah di kota besar. Namun, bagi kami yang bersekolah di sekolah daerah tentu ini menjadi hal yang unik dan menarik.
Aku merasa beruntung dapat bergabung dengan tim jurnalisme di sekolahku ini, apalagi aku termasuk ke angkatan pertama yang bisa merasakan asam garam kehidupan jurnalisme, meski hanya di lingkungan sekolah.
Passion ku dalam bidang tulis menulis juga tak bisa aku tutupi, sepertinya passion inilah yang menuntunku pada Sakalist ini. Seolah magnet yang kuat menarik satu sama lain.
 
Sakalist mengajarkanku banyak hal, mulai dari kesabaran, keuletan, kegigihan, ketelitian, bahkan persahabatan. Sakalist sudah seperti pupuk yang sangat manjur digunakan dalam kehidupanku di masa abu-abu.
Kegiatan yang ada didalam Sakalist menjadi rel ku yang menemani perjalananku untuk suatu tujuan. Awalnya, memang aku hanya ingin mengasah kemampuan menulisku saja tetapi seiring dengan berjalannya waktu ternyata banyak bonus yang aku dapatkan ketika menjadi salah satu anggota Sakalist. Apalagi setelah aku resmi menjadi Pemimpin Redaksi dalam wadah jurnalisme sekolah ini. Mengemban jabatan itu serasa mendapat kehormatan yang luar biasa, meski kerjaku seperti koordinator redaktur tetapi senang rasanya. Aku lebih banyak berdiam di kantor redaksi saat aku bertugas. Banyak temanku yang lain meliput acara sekolah dengan membawa banyak alat-alat liputan seperti kamera, tripod, handycam, notebook dan lain sebagainya. Sedangkan aku hanya berdiam diri dalam kantor dengan ditemani komputer atau laptopku saja.
Tapi aku sangat bersyukur akan hal itu, karena aku sadar bahwa segala sesuatu mempunyai sisi kelebihan dan kekurangan. Tho, niatku mengikuti Sakalist ini untuk mengasah kemampuan literariku. Bahkan seharusnya aku bersyukur karena mendapat sebuah posisi yang tepat.
Menjadi seorang Pemimpin Redaksi tak selamanya berdiam diri di kantor redaksi. Terkadang aku mendapat kesempatan dengan bertugas di luar kantor, seperti mewawancarai pejabat sekolah, dari mulai kepala sekolah, wakil kepala sekolah, wakil kepala sekolah bidang, guru-guru, kepala tata usaha, atau pejabat diluar sekolah sekalipun.
 
Aku pernah mendapat surat tugas dari Bapak kepala sekolah, Bapak H. Maryanto namanya. Ia memberikan mandat khusus pada Sakalist untuk mewawancarai kepala Disdikpora Kab. Kuningan. Aku merasa bangga memang, tetapi itu juga menjadi suatu kondisi yang sangat menegangkan menurutku, bagaimana tidak? Aku belum pernah bertemu dengan orang penting seperti beliau. Tapi aku tak mau menyerah, ketika semua temanku dalam Sakalist ini saling melempar tugas ini satu sama lain, aku sajalah yang mengambilnya. Kepala sekolah memang memberikan surat tugasnya langsung kepadaku, tetapi dalam Sakalist ini ada sebuah aturan pembagian kerja, siapapun yang terbagi jadwal meliput harus meliput. Jika tidak nanti akan masuk kategori dengan nilai C atau cukup pada piagam penghargaan.
Tapi tetap saja ada, seorang anggota yang sulit untuk menselaraskan jadwal belajar dikelas dan berkarya di Sakalist. Jika penyakit ini sedang menjangkit salah satu anggota kami, salah satu diantara kami atau bahkan semuanya wajib memberikan motivasi satu sama lain. Demi terciptanya suatu keadilan dalam belajar berorganisasi dan berkoordinasi dengan kerja sistim tim.
 
Bukan hanya tugas mewawancarai pejabat diluar sekolah saja yang menjadi tugas terberat Sakalist. Sebuah organisasi independen dalam sekolah ini hanya berjumlah delapan orang. Bayangkan! Jika saja ini adalah sebuah media, cikal bakal media besar, tentu jumlah anggota tidak cukup menunjang kegiatan kami dengan jadwal acara sekolah yang seabreg. Itu menjadi tantangan kami, tentu kami hadapi dengan senang hati.
Beruntung, aku ditemani oleh ketujuh temanku yang sangat luar biasa! Aku harap aku dapat melihat teman-temanku yang luar biasa itu menjadi orang-orang yang sukses, amin.
Betapa tidak, mereka selalu menjadi alasanku untuk bertahan di Sakalist. Sistim kerja tim yang kami anut dalam wadah jurnalisme sekolah ini sangat ampuh membantu kewajiban kami dalam memposting kegiatan sekolah. Kami harus meng-cover semua kegiatan sekolah di media cetak dan di media digital. Kami harus menjadi orang-orang di belakang panggung untuk website dan majalah sekolah kami. Tentu itu bukan suatu hal yang mudah, semua tantangan demi tantangan kami lewati bersama-sama. Terlepas dari itu semua, kami juga merasa senang dapat berkontribusi pada sekolah dengan apa yang kami bisa lakukan.
 
Kami juga selalu mendapat suntikan dukungan yang sangat kami butuhkan, karena bagi kami dukungan itu bak suplemen yang dapat mencegah seseorang jatuh sakit. Dukungan itu datang dari pembina kami, Bapak Muhammad Taufiq Munawar namanya. Beliau seorang guru muda yang sangat energik, ramah, baik hati dan tidak sombong. Tak bisa aku pungkiri, kemampuannya dalam berkreasi sangat luar biasa, beliau juga merupakan orang belakang panggung terbentuknya Sakalist ini.
Pak Opik, begitulah aku dan kawan Sakalist memanggilnya, sangat antusias dalam bidang sastra, seni, bahkan bidang seni bela diri sekalipun. Padahal Pak Opik merupakan sarjana strata dua jurusan biologi. Yang aku kagumi adalah kepiawaiannya dalam berkreasi, itu.
Sakalist juga menjadi sebuah Mahakarya beliau, dan yang membuat aku terheran-heran adalah kemampuan bapak pembina kami ini dalam memilih anggota dalam Sakalist beserta tugas-tugasnya dan bahkan jadwal-jadwal liputan. Sifatnya tidak mengatur, namun lebih seperti penunjuk bagi kami untuk menjalankan tugas.
Pak Opik, orangnya tidak suka mengumbar hasil karyanya pada orang lain. Ia tak mau namanya disebut-sebut dalam berbagai prestasi yang telah tertoreh, termasuk di Sakalist itu sendiri. Meskipun Pak Opik sering berkata 'sudah, jangan libatkan nama saya dalam keberhasilan kalian.'
tapi aku tak mau melawan lupa pada sejarah, kenyataan menyebutkan bahwa ide-ide Pak Opik selalu menjadi suatu ide yang brilian. Jika pembaca melihat foto seragam jurnalis diatas, itulah salah satu karya Pak Opik juga, tak banyak yang mengetahuinya memang. Tapi aku tidak bisa menutupi kenyataan.
 
Selain pembina yang luar biasa itu, kami juga mempunyai seorang guru luar biasa. Bapak Maman namanya. Beliau adalah pembina untuk kepenulisan, bisa dibilang beliau adalah seorang editor yang ulung bagi kami, Sakalist atau bahkan siapapun yang pernah membaca tulisannya dan editan tulisannya. Luar biasa! itulah yang dapat menggambarkan beliau dalam keahliannya dalam mengolah kata-kata dan diksi yang bermiliar-miliar adanya.
Beliau merupakan seorang guru yang dipercaya sekolah untuk mengelola majalah sekolah. Semenjak ada Sakalist, beliau mengaku tidak merasa terlalu kerepotan dalam mengumpulkan materi tentang sekolah. Karena itu menjadi special jobs bagi kami.
 
Tak dapat lagi aku menggambarkan Bapak Sakalist yang luar biasa ini. Jujur, aku masih teringat betul tulisan-tulisannya yang sangat indah, syarat akan makna dan yang jelas tidak bertele-tele tetapi selalu tepat sasaran. Aku sering mengatakan bahwa aku adalah salah satu fans terberat Pak Maman dengan tulisannya. Asmanadia sekalipun itu terkalahkan, aku fans berat mbak penulis luar biasa ini dari semenjak aku duduk dikelas satu SMP. Setelah aku membaca tulisan Pak Maman bahkan setelah aku mendapat training kepenulisan oleh Pak Maman, makin cinta lah aku pada Bapak Sakalist yang satu ini. 'takkan fio lupakan pak semua pelajaran yang diberikan cuma-cuma olehmu itu. terima kasih banyak'
 
Selain kedua Bapak Sakalist itu, masih banyak guru yang sangat aku sayangi.. tak tau berapa kata lagi yang harus aku tulis untuk menggambarkan kesanku padamu, guru-guruku..
 
Meski pada awalnya guru-guruku tidak begitu exited pada kegiatanku di Sakalist, tetapi tetap menjadi sebuah pelajaran bagiku dan toh pada akhirnya mereka merasa bangga dengan adanya Sakalist ini.
 
Yang paling aku syukuri adalah, dengan jejakku menempuh karir dengan berkarya di Sakalist dapat meninggalkan Sakalist dengan status barunya setelah dua tahun lamanya aku menjabat menjadi Pemimpin Redaksi akhirnya Sakalist mampu mengemban statusnya menjadi sebuah ekstrakulikuler resmi yang bernaung di OSIS Smansaka. Itu artinya, untuk kedepannya adik-adik anggota Sakalist mendapat nilai tambah disekolah.
 
Selamat ya adik-adik.. Jaga Sakalist dengan baik..




Selasa, 25 November 2014

Sang Guru



 Prolog :
Pagi yang cerah mewarnai suasana di sekolah setiap harinya. Siswa yang berkeliaran di lingkungan sekolah sudah menjadi tontonan mata yang tak asing lagi. Guru-guru ke sekolah dengan gagah dan kesiapannya untuk memberikan pendidikan kepada siswa.
Buru-buru masuk kelas setelah bel berbunyi tanda masuk pun menjadi hal biasa yang dilakukan oleh banyak siswa.
(tettt..... Tetttt...... Bunyi bel terdengar)
Sang guru memulai profesinya di sebuah sekolah yang memiliki siswa dengan berbagai macam karakter.
Dengan penuh kesiapan dan percaya diri dia memasuki kelas dengan kewibawaannya.
Sang guru itu masih lajang dan ganteng, sehingga banyak menarik perhatian siswanya, terutama siswa perempuan.

*dikelas*
(Seluruh siswa tergesa-gesa memposisikan diri ditempat duduk masing-masing)

Murid : “Sssttttt...... Ada guru! Ada guru!”
Guru : “Selamat pagi anak-anak!”
Murid : “pagi pak.....”
Guru : “Sebelum belajar, kita berdo’a dulu yah.. Silahkan dipimpin!”

(Seluruh siswa menundukan kepala)

Murid : “Selesai”
Guru :”Baiklah anak-anak.. Kita mulai pembelajaran kali ini. Kita belajar                       menggunakan kurikulum 2013 ya! Ada yang tau kurikulum 2013 itu seperti apa?  Ayo siapa yang mau jawab?”
Murid : “Kurikulum tidak jelas itu kan bu?”

(Guru geleng-geleng kepala, siswa lain tertawa)

Guru : “Kurikulum 2013 itu, kurikulum yang menuntut agar kalian sebagai siswa lebih    aktif, tidak hanya menerima materi dari guru.”
Murid : “Woww.. Kita bisa lebih rajin nih!”
Guru : “Yaa... Itu harapan semua guru! Baiklah kita lanjut lagi belajar. Untuk   pembelajaran kali ini, kita akan mengekspresikan diri kita melalui puisi. Okey.   Bapak membebaskan kepada kalian untuk membuat puisi sekarang! Silahkan,   saya beri waktu 15 menit!”
Murid 1 : “Puisi cinta boleh kan pak?” (dengan centil dan agresif)

(Semua murid tertawa dan menyoraki kelakukan Murid 1)

Guru : “Tadikan bapak sudah bilang, saya membebaskan anda semua untuk membuat    puisinya. Termasuk penentuan temanya.”
Murid 0 : “Tuh kan! Makanya kalau guru lagi ngomong didepan dengerin!”
Guru : “Sudah sudah! Kerjakan sekarang!”

Semua anak bergegas membuat puisi, dikelas yang satu ini siswa yang ribut bukanlah hal yang aneh karena pada saat pak guru memberikan puisi saja, semua murid sangat aktif memainkan hape, mengobrol, bahkan terus memandang wajah pak guru ganteng. Dan lima belas menit kemudian.

Murid 1 : “Puisi saya sudah jadi pak!”
Guru : (Melihat jam tangan)”Loh.. Waktu masih ada 10 menit lagi!”

(Tiba-tiba murid perempuan lain datang untuk menyerahkan puisinya juga.)

Murid 2 : “Saya dulu pak! Sebelum dia selesai, puisi saya selesai duluan!”
Murid 1 : “Ihhhh... Apa sih kamu! Udah jelas aku maju duluan kesini!” (dengan nada    sedikit ketus)
Murid 2 : “Arghhh..... Kamu ini ya! Centil dasar!”
Guru : “Sudah sudah!!! Kalian duduk ke bangku masing-masing!”

Bapak guru ganteng pun mencoba menenangkan suasana kelas yang gaduh.

Guru : “Waktu habis! Sekarang coba saya akan melihat karya kalian!”
Murid 1 : “Aku dulu pak! Aku bakal baca puisinya.” (dengan nada centil)

Semua murid mentertawakan kelakuan murid 1 yang kecentilan terhadap bapak ganteng.

Guru : “Sudah! Sudah! Semuanya tenang! Sekarang kalau kamu bersedia membacanya       di depan teman-teman kamu, silahkan saya beri kamu kesempatan.”
Murid 1 : “Terima kasih pak...”

*Pembacaan puisi dimulai*

Murid 1  : “Kau bagaikan cahaya rembulan, yang menerangi malamku...kau bagaikan    cahaya mentari, yang menemani hariku...”

“Huuuuuuuuuuuuuuuu” kata siswa yang lainnya... “...alay..alay..alay!!!”

Ketika Murid 1 membacakan puisinya, semua siswa laki-laki menyuraki dan mentertawakan namun murid 1 tetap pede dan nyaman serta bangga membaca puisi buatannya itu di depan kelas.

*Setelah Pembacaan Puisi Murid 1*

Dan pak guru ganteng itu memberikan beberapa wejangan untuk puisi murid 1.

Guru : “Puisimu sudah bagus, cara penyampaianmu juga bagus. Sudah ada perasaan  pede dan nyaman. Itu sesuai dengan kurikulum 2013. Tapi anak-anak semuanya  harus tau bahwa di kurikulum 2013 juga diajarkan kesopanan dalam bagian nilai  afektif.”

Ketika pak guru ganteng sedang menjelaskan tentang kurikulum 2013, tiba-tiba datang seorang siswi yang membawa map ke dalam kelas seraya mengucapkan salam dengan lantang.

Murid 2 : “Assalaamu’alaikum!” (jalan perlahan menuju meja guru dan mencium tangan    pak guru ganteng)
Murid 2 : “Bapak, maaf... Saya terlambat masuk kelas bapak. Karena saya harus    menyelesaikan tugas di organisasi. Membuat proposal untuk kegiatan hari    guru”
Guru : “Ya! Tidak apa-apa. Silahkan duduk!”

Salah satu murid terjahil dikelas pun merasa iri dan tiba-tiba berbicara dengan polosnya.
Murid 3 : “Huh! Bapak tuh ya! Dia baru masuk loh pak! Harusnya bapak kasih dia    hukuman dulu. Ga adil dong pak! Dia kan telat dan telat itu salah!”
Murid 4 :”iya nih! Bapak ga adil! Huuuuuu....” (bersorak diikut dg siswa lainnya)

Guru : “Sudah sudah! Tenang semuanya! Tadi kan sudah bapak jelaskan mengenai    kurikulum terbaru kita, kurikulum 2013 yang mengharuskan kalian sebagai    siswa harus aktif dan teman kalian yang baru saja datang sudah melaksanakan    apa yang ada di kurikulum tersebut.”
Murid 5 : “Hahahaha... Bapak gimana sih pak! Dia kan aktif diluar kelas?! Kan aktif yang    dimaksud di kurikulum itu adalah aktif di kelas pak!”
Guru : “Benar memang! Tapi, teman kalian itu mempunyai tanggung jawab aktif    diluar kelas maka otomatis dia mempunyai tanggung jawab untuk membagi    waktu. Pembagian waktu untuk aktif diluar kelas dan didalam kelas itu harus    seimbang! Dan seharusnya, kamu Murid 2 terlebih dahulu izin kepada    siapapun guru yang sedang mengajar dikelas.”
Murid 2 : “Iya pak, maafkan saya karena tadi saya lupa meminta izin pada bapak.”
Guru : “Iya untuk sekarang saya maafkan. Lain kali jangan diulang lagi.”
Murid 2  : “Baik pak, terima kasih.”
Guru : (tersenyum)

Guru : “Kita kembali ke materi kita sebelumnya. Tadi, teman kalian Murid 1 telah   menyampaikan karyanya kepada kalian semua. Sekarang, siapakah yang bisa  menganalisis puisi teman kalian Murid 1?”
Murid 6 : “Saya pak! Saya mau mencoba menganalisis puisinya.”
Guru : “Oke, silahkan!”

*Murid 6 menganalisis puisi murid 1 di depan kelas*



Yeeeee...... Bagus bagus... (teriak para siswa dikelas)

Murid 7 : “Aneh ya? Teman-teman kita memberikan tepuk tangan kepada penganalisa puisi tetapi menyoraki pencipta puisinya! Hihihii.... Si murid 1 lagi ga mujur kali ya?”

(Bunyi bel tanda berakhirnya jam pelajaran mulai terdengar... Tetttt.... Tetttt.....)

Guru : “Ya anak-anak, pelajaran bahasa Indonesia telah selesai. Kita lanjutkan di pertemuan selanjutnya. Selamat siang semuanya!”

“Siang pak...” (balas murid dengan serempak)

Epilog : Siang itu semua siswa dan guru saling belajar bahwasannya dalam hidup kita   memiliki tanggung jawab yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang   lainnya. Maka dari itu, siswa dan guru yang mempunyai tanggung jawab  masing-masing harus saling mengisi satu sama lain dalam kegiatan belajar  mengajar di dalam kelas. Seperti halnya kurikulum 2013 yang tak perlu ditakuti  bahkan harus diikuti karena torehan manfaat yang bisa kita tuai di masa depan  kelak.

Jumat, 14 November 2014

Fenomena Cinta



Karya : Fiona Artha Adikusuma

Cinta...
Apakah kalian tau apa itu cinta?
Satu kata penyejuk jiwa insan dunia
Terhadap apa yang telah ada
Persembahan Tuhan yang Maha Esa

Cinta... 
Satu kata perebut tahta...
Barang siapa berkhianat
Dialah yang terlaknat
Apalah arti cinta?
Bila kita tak pernah percaya
Bukankah adanya cinta karena percaya?

Percayalah kau akan cinta
Yang kadang menyakitkan jiwa
Tanyalah, berapa korban disana
Yang tersakiti karena cinta
Namun, kebutuhan kita akan cinta
Tak mampu menutupi fakta yang ada

Tanyalah...
Tentang kabarku dan dirinya
Yang selalu menyalahkan cinta akan luka 
Padahal, cinta itu indah... 
Mahakarya Tuhan...

Malaikat Duniaku



Karya : Fiona Artha Adikusuma

Tuhan..
Akankah usai ku bersyukur padamu...
Atas anugerahMu akan hidupku...
Atas hadiahMu padaku...
Malaikat Duniaku...


Akankah ku kuat hidup tanpamu...
Malaikat duniaku..?
Sanggupkah aku akan diriku tanpamu...
Malaikat duniaku..?


Dahulu...
Jerit tangisku, kau anggap melodi dunia yang indah...
Kenakalanku,kau anggap ladang pahala...
Celotehanku, kau anggap nada pelipur lara...

Kini...
Apa yang telah aku lakukan..?
Apa yang mampu aku sematkan..?
Apa yang sudang aku sembahkan..?


Tak ada lagi yang sanggup ku katakan...
Tak ada lagi yang pantas ku lakukan...
Tanpamu, malaikat duniaku...
Engkaulah pilar termegah penyangga duniaku...


Kelak, akan kubuatkan kau...
Mahkota terindah, istana terindah...
Di jannahNya...
Tekadku, akan dirimu yang indah...
Aku mencintaimu, malaikat duniaku...