Jumat, 30 November 2012

Resensi Novel Bait Surau




RESENSI SEBUAH BUKU
Judul Buku       : Bait Surau
Penulis              : Rakha Wahyu dan Yus. R Ismail
Penerbit           : Two Synergy Publisher. Kemang, Jakarta Selatan
Tahun Terbit    : 2012
Tebal Buku       : 132

            Bait Surau, sebuah novel yang menceritakan tentang seorang insan yang memiliki masa lalu kelam dengan bergelimangnya kesenangan duniawi yang membuatnya lupa akan Tuhannya, Allah SWT. Di masa lalunya itu, Rommy seorang lelaki penggila kebebasan menyianyiakan apa yang telah Allah SWT berikan padanya hanya demi kebebasan yang berujung pada penyesalan yang tak berarti. Di masa lalunya, ia telah menyianyiakan Nadia. Seorang istri sholehah yang sabar, cantik, penyayang, nyaris sempurna dan pasti diantara banyak kaum adam itu mengharap seorang pendamping atau istri seperti Nadia. Rommy, menyianyiakan Nadia dengan alasan, Nadia adalah perampas kebebasannya.
            Rommy sering sekali menyakiti Nadia apalagi menyakiti secara fisik. Apa yang dilakukan oleh Nadia itu selalu salah di mata Rommy tetapi Nadia tetap bersabar dan ikhlas menerimanya karena menurutnya Rommy adalah surga baginya. Sungguh, seorang bidadari penghuni surga yang nyata. Di belakang Nadia juga ternyata Rommy mendua dengan sering datang ke club hiburan malam, ia sering sekali gonta-ganti pacar hingga Rommy tidak pernah menghiraukan apa yang dikatakan oleh sahabat dekatnya Bram dan Rachel, istri dari Bram.
            Bram sering mengingatkan pada Rommy, apa sih yang sedang Rommy cari? Rommy telah mendapatkan Nadia, seorang istri yang nyaris sempurna itu? Rommy menjawabnya, karena Nadia adalah perampas kebebasannya. Bram tidak pernah mengerti dengan apa yang dilakukan oleh Rommy baru-baru ini. Memang, mata hati Rommy bagai telah tertutupi oleh pekatnya hitam kacamata dunia yang membuat hatinya keras. Sekeras batu karang di laut.
            Saking kerasnya hati Rommy, ia sampai lupa daratan ketika ia marah pada Nadia di suatu malam hari dalam mobil SUV nya, marah karena mendengar kabar bahwa Nadia telah mengandung anaknya. Kabar yang seharusnya menjadi kabar yang gembira bagi setiap ayah di muka bumi tetapi tidak begitu menurut Rommy, ia beranggapan bahwa anak itu akan mempersulit ruang geraknya dalam kebebasan yang selama ini ia junjung. Setelah ia mendengar berita itu Rommy mengendarai mobilnya dengan tidak beraturan, tidak ingat jalan, secara ugal-ugalan pastinya dan tidak menghiraukan lagi cacian dari pengguna jalan lainnya. Ia sering menarik gas dan mengerem secara mendadak, menarik gas dan mengerem mendadak. Sontak, hal itu membuat Nadia menangis dan menjerit karena ketakutan. Tapi Rommy senang ketika melihat Nadia menangis dan menjerit. Semakin keras suara jerit dan tangis Nadia semakin puas pula hati Rommy melihatnya.
            Sampai suatu ketika, Rommy tidak melihat ada kereta yang sedang melaju dengan kecepatan sedang dan tanpa baris pembatas kereta. Ketika itu Rommy langsung membanting stir dan menginjak rem dengan sekuat-kuatnya tapi itu semua terlambat karena mobilnya terseret kereta sekurang-kurangnya 300 m.
            Ketika itu, Rommy tidak ingat apa-apa hanya ada kegelisahan dan kesedihan yang tersisa dalam hatinya serta dalam relung hatinya ia tiba-tiba teringat Nadia, semenjak itulah ada perubahan sikap yang signifikan dalam dirinya. Sampai akhirnya ia mengusir Ramdhan dan Bi Inah, dua orang pembantu tulus nan baiknya itu. Rommy mengira Ramdhan dan Bi Inah itu telah membohonginya soal meninggalnya Nadia. Dia sangat terpukul sekali dengan hal itu.
            Sampai suatu hari, Rommy pergi ke kampung halaman Ramdhan. Desa Samadikun di Tepi Pantai Utara. Maksud Rommy pergi ke kampung halaman Ramdhan tidak lain untuk meminta maaf pada Ramdhan karena ia telah tega mengusir Ramdhan dari rumahnya. Sesampainya disana, hari demi hari, bulan demi bulan ia jalani hidupnya di rumah sederhana Ramdhan, bersama Abah. Seorang bapak bijaksana nan bersahaja dan juga gadis sholehah berjilbab nan cantik. Siti, kakak perempuan dari Ramdhan.
            Di rumah itu, Rommy merasakan suatu kebahagian dan ketentraman hati yang selama ini telah hilang dalam dirinya. Di Desa Samadikun juga Rommy meraih hidayahNya. Hatinya terasa terpanggil untuk segera bertaubat dan berusaha memperbaiki diri, tak jarang Rommy teringat masa lalunya yang kelam tapi untungnya ada Abah dan Ramdhan yang segera menyadarkannya ketika ia ingat masa lalu yang hitamnya itu, karena untuk apa meratapi masa lalu yang telah berlalu? Hanya penyesalan yang tiada berujung tentunya. Penyesalan itu selalu datang di akhir jadi tidak perlu diratapi terlalu detail.
            Sampai suatu ketika Rommy yang sedang melaut dengan Ramdhan, Zakaria, Ibnu dan Nanang yang kehujanan karena memang ketika itu hujan deras dan petir meyambar sana-sini. Untung ada sebuah surau yang bisa dipakai oleh Rommy dan Ramdhan untuk berlindung tetapi keadaan surau itu mengkhawatirkan, surau yang luar biasa itu gubuk tua yang sudah reyot. Rembesan air ada di sana-sini. Ternyata ketika Rommy melihat surau yang luar biasa itu, hatinya tergugah untuk belajar mengaji di surau itu karena ada seoarang ustadz dan pengajian anak-anak, mungkin hal ini yang membuat Rommy tergugah untuk belajar mengaji.
            Dan pada suatu hari Rommy pulang ke Jakarta untuk mengecek sisa tabungan nya dan berencana untuk menggunakan uangnya itu untuk membenahi surau itu. Dengan diwarnai oleh pemilihan kepala desa di Desa Samadikun, Haji Sodik, Rommy dibantu warga lainnya membenahi surau itu. Setelah jadi ternyata Allah SWT berkehendak lain. Rommy belum sempat solat dan mengaji di surau baru itu ternyata Rommy, Ramdhan dan teman-teman melautnya itu tenggelam di tengah laut ketika sedang melaut, mencari uang untuk syukuran surau itu.
            Subhanallah… sungguh! Novel yang luar biasa, cerita yang menarik dan syarat akan hikmah ini pantas untuk dibaca masyarakat banyak. Karena cerita yang menuntun pada keikhlasan dan kesabaran serta merajuk pada KebesaranNya. Sekeras-kerasnya hati manusia pasti jika Allah SWT berkehendak memberikan hidayahNya itu pasti hidayah itu merasuk dalam hati dan menggetarkan jiwa.
            Cerita yang bagus ini memang pantas untuk dibaca masyarakat banyak tetapi menurut saya lebih baik lagi jika Bahasa Jawa yang ada itu diberi arti yang jelas agar semua golongan, ras, suku dan lain-lainnya itu dapat mengerti cerita yang syarat akan hikmah ini. Lalu untuk pengetikan huruf yang salah itu perlu dibetulkan lagi seperti yang ada pada halaman 7 dan halaman 123. Alur yang maju mundur, maju mundur terus juga mempengaruhi jalan ceritanya karena jika alurnya ini maju mundur, maju mundur. Tidak semua orang dapat menyimaknya dengan baik.
            Harapan saya untuk cerita ini adalah semoga cerita dalam filmnya nanti itu sama dengan cerita yang ada pada novel. Tidak ada yang dirubah dan dikurangi lagi kecuali jika dirubah itu ceritanya tambah seru dan hikmah yang ada dalam novel nya tidak tertinggal. Cerita yang bagus,  saya haturkan terima kasih kepada penulis novel ini karena telah mengenalkan suatu cerita yang luar biasa ini. Sekian dan Terima Kasih.