Kuliah,
memang menjadi satu kewajiban yang seharusnya diemban dan dapat dinikmati oleh
semua anak negeri bangsa ini. Dengan pendidikan yang lebih tinggi, diharapkan
generasi penerus bangsa dapat melanjutkan pembangunan Bangsa Indonesia dengan
lebih baik lagi. Budaya untuk menuntut ilmu haruslah ada, ketika semua anak di
negeri ini memiliki semangat menuntut ilmu yang baik maka budaya menuntut ilmu
pun pasti akan terbentuk dengan sendirinya. Sayangnya, budaya menuntut ilmu
dewasa ini belum terbentuk secara merata. Hanya sebagian masyarakat yang
mempunyai mindset atau pola pikir
bahwa pendidikan itu penting, kebanyakan dari mereka datang dari kalangan
masyarakat golongan menengah keatas.
Menuntut ilmu sangatlah penting, ini
bukan sekedar untuk mencari nilai yang tertera pada secarik kertas berlabel
resmi bank negara yang banyak diburu orang. Menuntut ilmu pada hakikatnya ialah
satu proses dimana seorang individu berkembang secara intelektual untuk dapat
menerapkan kecerdasannya itu dikehidupan nyata agar dapat bermanfaat bagi orang
lain. Dalam arti lain, menuntut ilmu itu ialah satu perjuangan untuk dapat
bermanfaat bagi orang lain. Telah banyak teori-teori kehidupan yang mengajarkan
untuk bermanfaat atau berguna bagi orang lain, entah itu berasal dari ilmu
agama, ilmu sosial maupun ilmu hukum atau norma yang berlaku di masyarakat.
Hal tersebut juga diajarkan di
lingkungan keluarga saya, dapat bermanfaat bagi orang lain. Satu kalimat simple yang kadang sulit diaplikasikan
di kehidupan nyata. Meski hal tersebut menjadi satu pelajaran wajib di keluarga
saya, namun terkadang memang sulit untuk menjalankannya. Salah satu jalan untuk
sampai ke tujuan agar dapat bermanfaat bagi orang lain ialah melalui jalan
pendidikan. Setiap orang tua dalam keluarga saya mewajibkan anaknya untuk
mengeyam pendidikan yang lebih tinggi lagi ke jenjang perguruan tinggi. Ada
juga sebagian anak yang menolak untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang
tersebut. Alasannya beragam, tetapi kebanyakan dari mereka mempunyai pola pikir
bahwa tanpa kuliah pun pasti kehidupan mereka tetap bisa berjalan dan dapat
pula bermanfaat bagi orang lain di bidang atau keterampilan yang telah mereka
punyai.
Namun, arti kuliah bagi orang tua
mereka sebenarnya bukan hanya itu saja. Banyak sekali alasan mengapa orang tua
menginginkan anaknya kuliah, salah satunya karena kebanggaan mereka, hasrat
mereka untuk dapat melihat anaknya menjadi satu pribadi berilmu yang luar biasa
dan dapat bermanfaat bagi orang lain. Itulah satu titik kebahagiaan orang tua
atas anaknya. Saya bersyukur dapat dilahirkan ditengah orang-orang yang
mengerti apa itu arti ilmu yang sebenarnya
dan bagaimana cara untuk membuat ilmu bermanfaat untuk kita dan orang
lain di sekitar kita dan juga bagaimana cara untuk kita dapat bermanfaat untuk
ilmu. Jika kita menuai manfaat dari ilmu itu merupakan satu hal yang lazim,
namun jika ilmu yang memanen manfaat dari kita? Apakah kita bisa untuk dapat
bermanfaat bagi ilmu? Maksud dari kita dapat bermanfaat bagi ilmu itu ialah kita
dapat melestarikan ilmu tersebut dengan sebaik mungkin sehingga ilmu pun dapat
bermanfaat kembali untuk kita.
Tak jarang kewajiban menuntut ilmu
atau kuliah di keluarga saya menjadi satu buah bibir tersendiri, seperti halnya
paman dan bibi saya yang sibuk mencari informasi mengenai perguruan tinggi
untuk buah hati mereka yang baru saja lulus SMA. Kebanyakan dari mereka pasti
memilih perguruan tinggi yang terbaik, prodi yang sesuai dengan passion dari anak mereka sendiri dan
masih banyak hal-hal lain yang mereka perjuangkan. Sama halnya dengan anak-anak
mereka yang akan mengeyam pendidikan. Mereka juga sering berbagi cerita satu
sama lain dengan saudara lain yang sama akan menempuh pendidikan di perguruan
tinggi.
Mereka begitu ambisius untuk dapat
mencapai tujuan yang mereka punya, untuk dapat menggapai bintang yang sudah
mereka gantung dilangit ke tujuh. Terkadang, ketika mereka saling berbagi
cerita mereka juga men-judge saudara
yang lain. Mereka sering menanyakan bagaimana persiapannya? Perguruan tinggi
mana yang dituju? Prodi apa yang hendak dipilih? Dan masih banyak hal lainnya.
Seperti halnya saya sekarang, meski saya baru duduk di bangku SMA kelas XI
namun persiapan untuk kuliah sudah gencar dilakukan oleh kedua orang tua saya.
Mereka sering menanyakan, akan kemanakah saya nanti? Orang tua saya tak memaksa
saya untuk masuk ke perguruan tinggi yang mereka mau, mereka menyerahkan hal
tersebut kepada saya.
Saya bersyukur mendapat orang tua
seperti mereka karena mereka tidak membatasi saya untuk dapat mengikuti apa
yang mereka mau. Saya mempunyai harapan untuk menjadi seorang mahasiswa UGM,
universitas terbaik di hati saya. UGM juga merupakan universitas nomor satu di
Indonesia (versi webometrics.info) dan UGM juga mendapat peringkat ke 381
tingkat Dunia. Saya sadar, daya saing untuk dapat memperebutkan satu kursi di
UGM memerlukan usaha dan do’a yang maksimal, untuk itu sekarang saya sedang
berusaha melakukan yang saya bisa dengan apa yang saya punya juga berdo’a
kepada Tuhan yang kelak pasti akan menolong saya.
UGM merupakan universitas kerakyatan,
sepertihalnya jaster yang konon tak pernah ada pembaharuan dari pihak kampus
karena jaster tersebut merupakan satu simbol kerakyatan (karena jaster UGM
terbuat dari bahan paling murah). Selain itu, UGM resmi berdiri pada 19
Desember 1949 atau empat tahun setelah kemerdekaan RI. Diresmikan oleh Ir.
Soekarno sebagai cara untuk menunjukkan kepada dunia luar bahwa bangsa
Indonesia mampu bangkit meskipun sudah diserang Belanda pada 19 Desember 1948,
ini membuktikan bahwa UGM telah menjadi satu saksi jasa perjuangan untuk
bangkit. Inilah hal yang membuat saya tertarik untuk ikut berjuang guna
melanjutkan kebangkitan nasional Bangsa Indonesia.
Impian saya ternyata menjadi satu
perhatian tersendiri bagi sebagian saudara saya, karena mereka men-judge bahwa saya tidak akan mampu masuk
ke universitas impian saya tersebut karena segala keterbatasan yang ada pada
diri saya. Saya cukup drop ketika mendengar penilaian mereka mengenai mimpi
saya. Entah siapa yang memberi informasi tentang universitas impian saya itu
namun yang jelas mereka berpikir bahwasannya saya tidak pantas meraih mimpi
saya. Tapi setelah saya pikirkan lagi ternyata omongan itu salah besar. Karena
Tuhan saja mengizinkan siapapun untuk bermimpi, bahkan memberikan apa yang
dibutuhkan guna mewujudkan mimpi hambanya, mengapa saya harus drop mendengar
celotehan “penggemar” diluar sana? Dari situlah saya menemukan kembali energy saya yang sempat hilang untuk
dapat bangkit dan tak gentar kembali mewujudkan cita-cita saya dan dapat
mengabdi pada Negeri Indonesia. Saya berharap dengan usaha saya yang tak gentar
ini saya dapat melaksanakan perintah orangtua saya untuk dapat bermanfaat bagi
orang lain juga menjadi pemuda Indonesia yang berbakti pada Negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar